Apakah Hidroponik itu?
Hidroponik adalah menanam sayuran yang menyenangkan.
Terus, Hidroponik itu apa sih?
Hidroponik itu adalah budidaya tanaman dengan menempatkan akar dalam air, bukan dalam tanah. Begitu singkatnya!
Penjelasan sederhana tentang Hidroponik
Pertama, Anda perlu memahami bagaimana tanaman benar-benar tumbuh. Apakah Anda tahu bahwa mereka tidak benar-benar membutuhkan tanah sama sekali? Mereka membutuhkan nutrisi bersembunyi di dalamnya.
Budidaya secara hidroponik adalah budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah. Wadah media tanam dapat berupa pot, ember atau kantong plastik. Pada budidaya hidroponik ini media tanam bisa berupa pasir, kerikil, pecahan bata, pecahan genteng atau limbah organik seperti sabut kelapa, akar pakis dan lain-lain.
Media tempat tegaknya tanaman sama sekali tidak mengandung hara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Oleh karena itu unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman ditambahkan melalui pemberian larutan unsur hara. Larutan hara dapat diberikan melaui penyiraman, penyemprotan atau pipa. Pada budaidaya hidroponik hara yang dibutuhkan tanaman diberikan dalam bentuk larutan sehingga mudah diserap oleh akar tanaman. Dengan demikian tanaman dapat tumbuh lebih baik dan subur.
Semua tanaman secara teknis dapat dihidroponikkan, tanaman hias yang berhasil dihidroponikan adalah Begonia, Draecerna, Philodenron dan Sansivera (Lingga, 1984). Tanaman sayur-sayuran yang berhasil dihidroponikkan antara lain : cabai, tomat, selada, kangkung, bayam, paprika dan lain-lain. Wijayani dan Widodo (2005) berhasil meningkatkan kualitas buah tomat dengan sistem budidaya hidroponik.
Hidroponik mampu meningkatkan optimalisasi pengguanaan lahan pekarangan yang sempit, perlu dilakukan usaha yang meningkatkan daya guna pekarangan. Manfaat yang diharapkan adalah masyarakat dapat memanfaatkan pekarangan dengan menanam tanaman sayur-sayuran di pekarangan secara hidroponik, dimana dengan cara ini pekarangan tetap bersih karena tidak menggunakan tanah dan tanaman pertumbuhannya baik karena hara yang dibutuhkan tersedia.
Bercocok tanam tanpa tanah berarti mengubah cara pemberian kebutuhan tanaman melalui pengairan, tetapi bukan berarti kebutuhan tanaman dapat dihilangkan atau dikurangi. Demikian pula halnya dengan keperluan tanaman akan cahaya dan suhu. Tanaman memerlukan cahaya, suhu dan kelembaban sesuai dengan aslinya. Hal ini perlukan dipertahatikan mengingat tanman tidak akan tumbuh berkembang dengan baik tanpa cahaya dan suhu yang sesuai dengan kebutuhannya (Lingga, 1984).
Tanaman yang akan dipindahkan pada media hidroponik terlebih dahulu akar tanaman dibersihkan dari partikel tanah yang melekat. Pencucuian harus dilakukan hati-hati sekali, dan semua partikel tanah yang menempel pada akar dibersihkan (Lingga, 1984). Pencucian sebaiknya dilakukan pada air mengalir dan jangan sampai merusak akar yang lunak (Soeseno, 1985). Setelah akar-akar dibersihkan, ditanam pada wadah dalam secara hati-hati. Ditaburkan media secukupnya sehingga menutupi akar tanaman (Douglass, 1976, Hasyim, 1984).
Banyak kelebihan yang dimiliki sistem budidaya hidroponik dibandingkan dengan budidaya tanah. Hasyim (1984) menyatakan bahwa sistem budidaya hidroponik lebih murah dan praktis. Kemungkinan tanaman untuk mati adakah kecil sekali, karena makanan terjamin. Disamping itu penggunaan pupuk lebih terkontrol dan lebih efisiensi.
Diantara pupuk yang dapat digunakan untuk hidroponik adalah Lewatit HD 5. Pemberian pupuk Lewatit HD-5 memberikan pertumbuhan terbaik untuk tanaman Begonia (Warnita, 1987). Banyak hara lain yang dapat digunakan antara lain Douglas, Sach, Joro A dan Joro B.
Pemberian nitrogen dengan konsentrasi tinggi akan berakibat serapannya menjadi rendah. Terjadinya hal ini karena konsentrasi tinggi akan menyebabkan larutan hara menjadi lebih pekat melampai kepekatan cairan sel, sehingga tak dapat diserap oleh akar secara maksimum karena tekanan osmosis sel menjadi lebih kecil dibanding tekanan osmosis di luar sel sehingga kemungkinan akan terjadi aliran balik cairan sel-sel tanaman atau plasmolisis (Marschner, 1986 ; Wijayani, 2000).